RADAR JOGJA – Dulu, menu sego wiwit begitu sakral bagi para petani. Mereka membuat sesaji sebagai tanda syukur kepada Dewi Sri atau lambang kesuburan. Kuliner itu diolah saat memasuki musim panen.
Objek wisata kuliner Kampung Emas Plumbungan, Putat, Patuk, Gunungkidul, salah satu tempat yang bisa menyajikan makanan itu, selain Brekat Dalem (nasi brekat) yang lebih dulu dipopulerkan. “Dulu sego wiwit disajikan ketika panen ‘pari dhuwur’ atau padi gogo,” kata peracik menu sego wiwit Sumilah saat ditemui (26/11).
Menurut keyakinan petani tradisional zaman dulu, petani membuat sesaji sebagai tanda ucap syukur kepada Dewi Sri, sang pelindung tanaman padi. Petani bersukaria lantaran bulir-bulir padi yang dihasilkan melimpah. “Wiwitan merupakan salah satu bentuk ritual yang dilakukan masyarakat Jawa sebelum panen dimulai,” ujarnya.
Dalam keyakinan, sego wiwit adalah hidangan yang dibuat para petani sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT karena telah mencurahkan berkah atas hasil penen tanaman padi. “Sang Khaliq tidak henti memberikan rezeki. Sebagai makhluk ciptaannya, hendaknya mensyukuri nikmat,” ucapnya.
Dengan cara apa? Salah satunya berbagi dengan sesama. Jangan sampai kesombongan merusak hati. Menurutnya, cara bersyukur demikian mudah diucapkan namun biasanya sulit diterapkan dalam kehidupan. “Karena itu menu sego wiwit kembali dimunculkan. Ini ide dari anak-anak muda di dusun kami dalam konsep wisata kuliner,” terangnya.
Sebelum pandemi Covid-19, banyak wisatawan datang tidak sekadar makan. Sebelumnya para tamu diajak ke sawah untuk diajari cara mengolah lahan, menanam padi, hingga panen. “Setelah petualangan selesai, dihidangkan sego wiwit di dekat persawahan. Mereka sangat menikmati menu sederhana ini,” ungkapnya.
Kata Sumilah, sego wiwit terdiri atas suwiran ayam kampung, telur rebus dibelah, ikan asin atau gereh petek, sambel gepeng dari kedelai, serundeng tempe, lalapan dan daun turi atau daun pepaya.
Sementara itu, Ketua Pokdarwis Kampung Emas Plumbungan Andri Purwanto mengatakan, di masa sekarang pelaku wisata harus beradaptasi dengan kebiasaan baru di tengah pandemi Covid-19. “Agar jangan sampai muncul klaster pariwisata,” katanya.
Pihaknya bersyukur belum lama ini mendapatkan suport dana dari pemerintah provinsi. Program bantuan keuangan yang disiapkan pemprov bisa diakses melalui jalur pengajuan proposal. “Bantuan yang ada, selain digunakan menopang hidup geliat wisata, juga untuk memulai berusaha atau pengaktifan destinasi wisata,” ujarnya. (gun/laz)
Sego Wiwit, Dulu Menu Sakral, Kini untuk Kulineran - Jawa Pos
Read More
No comments:
Post a Comment