Jakarta, CNBC Indonesia - Malapetaka dunia terkait emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim tanpa disadari telah telah menjadi 'menu pembuka' Perang Dunia 3. Bencana dapat terjadi sebelum konfrontasi militer antarnegara pecah.
Para ilmuwan dan kelompok lingkungan menekan PBB untuk memaksa tentara mengungkapkan semua emisi mereka dan mengakhiri kegiatan yang membuat sebagian polusi iklim mereka tidak tercatat.
Menurut perkiraan pada 2022 oleh par a ahli internasional, di antara konsumen bahan bakar terbesar di dunia, militer menyumbang 5,5% dari emisi gas rumah kaca global.
'Sialnya', pasukan pertahanan tersebut tidak terikat oleh perjanjian iklim internasional untuk melaporkan atau mengurangi emisi karbon mereka. Para ilmuwan dan akademisi menyebut data yang diterbitkan oleh beberapa militer tidak dapat diandalkan atau paling tidak lengkap.
Hal iini karena emisi militer di luar negeri, dari menerbangkan jet hingga kapal layar hingga latihan, tidak disertakan dalam Protokol Kyoto 1997 tentang pengurangan gas rumah kaca dan dikecualikan lagi dari kesepakatan Paris 2015. Mereka beralasan bahwa data tentang penggunaan energi oleh tentara dapat merusak keamanan nasional.
Kini kelompok lingkungan Tipping Point North South dan The Conflict and Environment Observatory, bersama dengan akademisi dari universitas Inggris Lancaster, Oxford dan Queen Mary mendorong pelaporan emisi militer yang lebih komprehensif dan transparan lewat makalah penelitian, kampanye surat, hingga konferensi.
Dalam lima bulan pertama tahun 2023, setidaknya 17 makalah tinjauan sejawat telah diterbitkan. Juru kampanye yang melacak penelitian tersebut menyebut jumlah ini tiga kali lipat dari jumlah keseluruhan tahun 2022 dan lebih dari gabungan sembilan tahun sebelumnya.
Pada Februari, kelompok tersebut juga menulis Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang meminta badan iklim PBB untuk memasukkan semua emisi militer mengingat signifikansinya untuk penghitungan karbon global yang komprehensif.
"Darurat iklim kita tidak lagi mampu mengizinkan penghilangan 'bisnis seperti biasa' dari militer dan emisi terkait konflik dalam proses UNFCCC," tulis kelompok itu, seperti dikutip Reuters, Senin (10/7/2023).
Penghitungan emisi akan menjadi fokus dalam inventarisasi global pertama atau penilaian tentang seberapa jauh negara-negara tertinggal dari sasaran iklim Paris, yang akan berlangsung pada KTT iklim COP28 di Uni Emirat Arab mulai 30 November mendatang.
"Penghilangan emisi terkait konflik dalam akuntansi UNFCCC adalah kesenjangan yang mencolok," kata Axel Michaelowa, mitra pendiri Perspectives Climate Group, menambahkan ratusan juta ton emisi karbon mungkin tidak terhitung.
Namun, untuk saat ini, hanya ada sedikit tanda akan ada tanggapan nyata terhadap upaya lobi terkait hal tersebut. UNFCCC mengatakan tidak ada rencana konkret untuk mengubah pedoman penghitungan emisi militer, tetapi masalah tersebut dapat dibahas pada pertemuan puncak mendatang, termasuk di COP28 di Dubai.
Di sisi lain, perang Rusia di Ukraina telah meningkatkan fokus di kalangan aktivis iklim pada persoalan emisi militer. Beberapa ahli mengatakan itu adalah gangguan bagi pemerintah yang berfokus pada keamanan regional, dan itu dapat memperlambat diskusi dalam waktu dekat.
Meski begitu ada tanda-tanda bahwa beberapa militer sedang mempersiapkan perubahan dalam persyaratan pelaporan mereka di tahun-tahun mendatang. Sementara yang lain mengambil langkah untuk mengurangi dampak iklim mereka.
Salah satunya NATO. Aliansi keamanan 31 negara Barat ini mengatakan bahwa pihaknya telah menciptakan metodologi bagi anggotanya untuk melaporkan emisi militer mereka.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Panas! Perang Rusia-Ukraina Bisa Jadi PD 3 karena China
(luc/luc)
'Menu Pembuka' Perang Dunia 3, Bumi di Ambang Malapetaka - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment