Rechercher dans ce blog

Wednesday, June 21, 2023

Pro-Kontra Penggunaan Menu Digital dengan Kode QR - Bahasa Indonesia - VOA Indonesia

Sambil membolak-balik buku menu berlapis kulit di Armazem Sao Thiago, restoran klasik di Rio de Janeiro, Paula Cardoso (28), mengatakan sesuatu yang mungkin tak bisa diterima dengan baik di sana. "Saya lebih suka kode QR,” kata Paula Cardoso.

Didirikan pada tahun 1919 dan dimiliki oleh keluarga yang sama selama tiga generasi, Armazem Sao Thiago adalah restoran yang tidak menggunakan kode QR (QR code, kode respons cepat) atau menu digital yang marak penggunaannya selama pandemi COVID-19. Kode ini memungkinkan pengunjung restoran mengakses menu digital di ponsel mereka.

Carlos Fionda (59), manajer pemasaran di restoran merangkap bar itu mengatakan, buku menu yang diserahkan para pramusaji ke tamu merupakan semacam pengantar ke restoran di kawasan perbukitan Santa Teresa yang indah itu. Di situlah pengalaman para klien bermula, kata Fionda. Alih-alih pendekatan yang dingin dan impersonal, menu itu membuat para tamu berbincang dengan pramusaji yang akan membantu mereka membuat pilihan terbaik, lanjut Fionda. Ia tak sendirian dalam mempertahankan menu gaya lama yang berupa buku atau brosur.

Negara bagian Rio sendiri baru-baru ini mengadopsi UU yang mewajibkan restoran dan bar untuk menawarkan buku atau brosur menu kepada pelanggan yang tidak punya ponsel pintar, menghadapi masalah teknologi, atau sekadar berjeda dengan gawai mereka dan menikmati santapan bersama keluarga dan teman-teman. Beberapa negara bagian lainnya mempertimbangkan legislasi serupa.

Carlos Fionda (59), manajer bar Armazem Sao Thiago di Lapa di Rio de Janeiro, Brazil, menunjukkan menu mereka, 24 Mei 2023. (MAURO PIMENTEL/AFP)
Carlos Fionda (59), manajer bar Armazem Sao Thiago di Lapa di Rio de Janeiro, Brazil, menunjukkan menu mereka, 24 Mei 2023. (MAURO PIMENTEL/AFP)

Pro-kontra penggunaan menu digital bukan hanya terjadi di Brazil. Legislasi yang kurang lebih sama sedang disusun di Miami, Florida. Kolombia mengadopsi legislasi serupa tahun lalu. Namun para legislator di provinsi Mendoza, Argentina, mendorong hal sebaliknya. Mereka mengajukan legislasi yang akan mewajibkan opsi menu digital.

Ini memang topik sensitif di dunia yang mendadak didominasi menu digital.
Dengan surutnya ketakutan akan penularan melalui sentuhan selama era pandemi, banyak pengunjung resto dan bar yang menyuarakan perasaan frustrasi pada menu digital yang masih digunakan berikut kekurangannya, antara lain kesulitan menavigasi di layar yang kecil, masalah koneksi, ancaman baterai ponsel mati, kurangnya kontak dengan manusia.

Seorang kolumnis opini di Washington Post menulis, menu dengan kode QR merupakan kematian peradaban. “Persetan dengan kode QR. Saya cuma ingin memegang menu lagi,” tulis sebuah artikel di majalah Vice. “Bisakah kita akhirnya bilang menu digital benar-benar tak berharga?” kata pemengaruh Brasil Felipe Neto dalam cuitannya yang viral pada Mei lalu. Para pendukung menu digital tentu saja membela penggunaannya.

Cardoso, manajer pemasaran di Armazem Sao Thiago mengaku penggunaan buku menu sebagai sesuatu yang kuno. "Saya pikir ini jauh lebih praktis. Kita dapat mengaksesnya di ponsel kita, ada lebih banyak foto makanan. Kita dapat mengeksplorasi menu dengan lebih baik lagi. Buku menu kini kuno,” jelasnya.

Banyak pengusaha restoran menyukai teknologi ini, dan diam-diam berharap klien mereka akan belajar menyukainya juga, karena menu digital memfasilitasi inovasi, kesesuaian dengan masa dan kenyamanan.

Andre Delfino (50), manajer restoran elegan Casa Nossa di Santa Teresa mengatakan,"Saya baru saja menambahkan makanan Jepang ke menu. Kalau saya punya 50 brosur menu, saya harus mengubah 50 brosur itu. Dengan menu digital, kita dapat mengubahnya dalam beberapa menit tanpa ada dampaknya terhadap lingkungan.”

Seorang pramusaji menyajikan makanan kepada pelanggan di restoran Cafe do Alto di kawasan Lapa di Rio de Janeiro, Brazil, 24 Mei 2023. (MAURO PIMENTEL/AFP)
Seorang pramusaji menyajikan makanan kepada pelanggan di restoran Cafe do Alto di kawasan Lapa di Rio de Janeiro, Brazil, 24 Mei 2023. (MAURO PIMENTEL/AFP)

Sementara itu di Café do Alto, bangunan bersejarah di dekat jalur trem ikonik di Santa Teresa, salah seorang pemiliknya, Francisco Dantas menyebut dirinya sebagai tradisionalis yang menyukai pengalaman bersantap yang intim dan bebas teknologi. Tetapi ia menyukai penggunaan menu digital untuk tawaran bir yang diproduksi dalam skala kecil dan pilihannya terus berkembang.

Dantas yang berusia 43 mengatakan,"Supergampang, dibuat dalam hitungan menit. Saya melakukannya di ponsel saya dalam beberapa detik. Masuk, kontrol C, kontrol V, tambahkan yang baru. Tak ada misteri. Dengan kertas, selain harus berhati-hati dengan apa yang dicetak, perlu waktu lebih lama.”

Asosiasi Bar dan Restoran Brazil ingin pemerintah menyerahkan keputusan kepada para pemilik usaha. Juru bicara asosiasi itu, Jose Eduardo Camargo, mengatakan, itu semua adalah masalah pasar. Kedua sistem tersebut punya kelebihan dan penggemar masing-masing.

Asosiasi itu mendapati dalam survei baru-baru ini bahwa 38 persen restoran Brazil telah mengadopsi menu digital, 25 persennya berencana menggunakannya. Cepatnya perubahan inilah yang membuat khawatir legislator Rio Rodrigo Amorim yang memperkenalkan legislasi baru itu.

Menurutnya, kita mungkin sedang mengarah ke dunia menu yang semuanya digital. Tetapi ia berharap perubahan itu berlangsung secara terhormat dan inklusif.

Sementara itu, lanjutnya, “tak ada yang lebih romantis daripada datang di restoran, memegang menu di tangan dan memutuskan apa yang akan disantap.” [uh/ab]

Adblock test (Why?)


Pro-Kontra Penggunaan Menu Digital dengan Kode QR - Bahasa Indonesia - VOA Indonesia
Read More

No comments:

Post a Comment

7 Menu Sarapan Ini Bisa Kempiskan Perut Buncit - detikSumut

Medan - Ternyata menu sarapan yang tepat bisa membantu menghilangkan perut buncit loh. Menu sarapan yang baik ini juga tidak membuat perut...